Naskah Drama
“ Dibalik
Diam Itu”
Hari itu tanggal 27 Juli 2010, hari
pertama anak berseragam putih biru memasuki SMA Tunas Bangsa. Di sudut ruang
suatu kelas tampak seorang siswa yang menyendiri. Salah seorang siswa lain
mendekatinya.
Rere : Hey! (menepuk bahu yang sedang melamun)
Septi : (kaget dengan ekspresi gugup)
Rere : Kok kamu sendiri? Ngalamun lagi. Nanti kesambet loh. (sambil mengunyah permen karet)
Septi : Nggak pa pa kok. (ekspresi datar)
Rere : Emm.. Nama kamu siapa? Dari SMP mana?(bertanya
dengan antusias)
Septi : Septi, SMP Puspa Negara(ekspresi masih tetap
datar)
Rere : (menyahut dengan cepat) Rumah kamu dimana? Punya Facebook? Twitter? Blog? Nomer HP? (tertawa)
Septi : (tersenyum tapi tidak menjawab)
Rere : ( menghela napas)
Karin :
sssstt... (melirik Rere, bermaksud memanggilnya)
Rere : (dengan ekspresi tidak mengerti,
mendekati dua orang yang memanggilnya)
Apaan?
Pain : Kamu tadi ngobrol apa sama si Septi?(
menarik tangan Rere dengan maksud menyuruh duduk)
Rere : Ha? Cuma kenalan doang kok. Emang knapa?(memasang
muka penasaran)
Pain : Kamu ngrasa ada yang aneh nggak sama dia? (tersenyum mencurigakan
)
Rere : Ha? Emang aneh kenapa?
Pain : Ya aneh, gitu lah. Dari fisiknya juga udah
keliatan...( melirik Septi)
Rere : Emmm... Dia agak pemalu ya?
Pain : Nggak hanya itu kali. Dia tuh satu SMP sama aku dan tau nggak? Dia itu
pendiem. Diemnya
tuh aneh banget, udah
gitu dia juga super duper pelit tau!
Karin : Kalo
aku sih nggak sukanya, gayanya
itu loh KAMSEUPAYY... (melirik Septi)
O iya, kita belum kenalan ya? Nama aku Karin. (mengulurkan tangan)
Rere : Rere. ( membalas jabat tangan
Karin)
Pain : Aku Pain. (mengulurkan tangannya juga)
Rere : (membalas jabat tangannya) Emm... Daripada
ngributin itu, ke
kantin aja yuk?
Laper nih. Katanya makanan di kantin sini enak-enak lho.
Karin : Yukk yukk... Aku juga laper.
Karin, Rere
dan Pain : (bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju kantin)
Septi : (Sibuk bermain handphone)
Beberapa menit kemudian bel masuk
berbunyi. Karin,
Rere dan Pain masuk 1 menit setelahnya. Disusul kedatangan guru yang masih terbilang masih
muda.
Pain : Yah... kursi kosongnya tinggal itu Rin. Gimana nih? ( melirik 2 bangku di
belakang, dan 1 bangku di sebelah
Septi)
Karin : Emm... Yaudah lah nggak pa pa. Kita sekalian
nemenin Rere kan?
Rere : Emang kenapa kalo duduk disitu Pain?
Pain : Emm... (melirik ke arah Septi dan sedikit
tersenyum)
Rere : ssst... Gurunya dateng tuh! (berjalan
menuju tempat Septi)
Pain : (muka agak cemberut membangting tasnya di belakang tempat duduk
Septi)
Karin : (meletakkan tasnya dan duduk di sebelah
Pain)
Bu Lulu:
Selamat pagi.
Siswa : Pagi Bu.
Bu
Lulu: Baik. Ini
pertemuan pertama kita di sekolah ini. Saya ucapkan selamat datang kepada
murid-muridku yang cantik-cantik tapi…Mana ini yang ganteng ya? (menatap seisi
ruangan) Dan
selamat juga kalian
bisa masuk di sekolah ini. Perkenalkan nama saya Lulu Liliana
Dewi, biasa
dipanggil Bu lulu dan saya paling tidak suka kalau...( melihat ke arah Rere)
Rere : (sejak tadi menghadap ke belakang ke arah
Karin dan Pain , mereka mengobrol)
Bu
Lulu: (mengeraskan volume suaranya) ADA SISWA YANG MENYAINGI SAYA BICARA!
Rere : (secepat mungkin membalik badan ke depan)
Bu Lulu:
Siapa namamu? ( mendekati Rere)
Rere : (dengan ekspresi ketakutan dan suara
lirih) Rere Bu..
Bu Lulu: Mau saya
jadiin pecel kamu? Untuk
semua saja, saya
tidak mau kejadian ini terulang lagi di kelas saya! Siapa yang tidak setuju
dengan aturan saya boleh keluar! (semua siswa terdiam) Baik kalau semua setuju.
Ibu akan mulai dengan materi pertama, tapi
sebelumnya saya ingin mengetahui kemampuan kalian selama di SMP. ( menulis di
papan tulis)
Karin : Ssst... Rere... (berbisik)
Rere : (melirik Karin sedikit, namun tak
menjawab)
Pain : Kamu mati gaya ya?? ( berbisik sambil
tertawa)
Rere : sssst… Gila...
Gak mau lagi deh aku kena semprot macan kaya gini ( berbisik)
Pain : (tertawa)
Karin : (menyenggol Pain, memberitau kalau Bu Lulu
memperhatikan)
Bu Lulu:
Kamu! (menunjuk Pain)
Pain : (kaget)
Bu Lulu: (menulis
beberapa soal yang siap dikerjakan para siswa-siswanya) Sekarang kamu, kerjakan
soal itu!
Pain : (dengan muka yang sedikit gugup Pain
mencoba mengerjakan soal itu) iyaa iya bu, sebentar (mengeluarkan alat tulis dan
mencoba mengerjakan)
Karin,Rere
dan Septi : (mengeluarkan alat tulis
dan juga mencoba mengerjakan)
Pain : (panik, mencoba meminta bantuan Karin)
Karin : (mengangkat kedua pundak, menandakan bahwa
ia juga tidak tahu)
Pain : ( menendang kursi Rere)
Rere : Gak tau. ( menjawab dengan suara
lirih )
Pain : (menunjuk ke arah Septi)
Rere : ( melihat jawaban Septi, lalu melihat ke
arah Pain dan menganggukuan kepala )
Pain : (menendang kursi Septi)
Septi : ( menengok dan menggelengkan kepala)
Pain : ( mencoba merebut paksa jawaban Septi )
Bu Lulu :
cepat kedepan! ( memasang wajah marah)
Pain : ( maju kedepan ) i ii yaa buk. Tapi, saya
nggak bisa. Itu soalnya belum pernah diajarin.
Bu Lulu :
Alah banyak alasan kamu. Kalau saya sedang menerangkan, makanya
perhatikan! Jangan malah ngobrol terus! Sudah merasa pintar sendiri kamu? (
mendekati Pain)
Pain : (hanya menunduk)
Bu
Lulu : ( berjalan kearah pintu dan
membukanya) Keluar
kamu!
Pain : (lirikan yang sangat tajam tertuju pada Septi dan ia pun keluar meninggalkan
kelas)
Bu Lulu
: (menutup
pintu dan berjalan ke tengah kelas) Baru
pertama kali saya masuk, tapi
udah dua kali ada yang buat saya
marah. Sekarang semuanya tenang, perhatikan ke depan!
Lebih dari satu jam kemudian, bel istirahat pertama berbunyi, dengan
perasaan lega semua siswa keluar dari kelas. Karin yang senantiasa
menenteng buku hariannya keluar menuju kursi taman sekolah, disusul oleh Pain
dan Rere.
Pain : Summmmpah! Yang namanya Bu Lulu itu memang saudaranya
macan kali yaa? Gila aja, masak cuma ngobrol aja, sampe dikeluarin dari
kelas! (memasang
wajah kesal)
Rere : Iya
iya. Dulu
emaknya ngidam kemenyan kali ya. Kaya setan gitu mukanya! Iyuh!
Karin : Sabar
sabarr, yang
sabar besok kuburannya lebar lhooo, pake AC lagi.
Rere : (bersama ketiga temannya tertawa
terbahak-bahak) eee eeh, tapi tau nggak?
Ekspresinya Pain tadi lho. Gokil abiss. (sambil
memperagakan)
Pain : Sialan
luu! Kamu
kira kamu
tadi
nggak takut apa waktu dimarahin Bu
Lulu! Mukamu aja
kaya korban titanic tau. (
Semakin kesal)
Karin : Udah
udah, itu sebenernya gara-gara si Septi kamseupay itu. Coba kalau dia langsung ngasih tau
jawabannya, pasti kamu tadi nggak bakalan semalu dan sejengkel ini Pain.
Pain : He em tuuh, dari dulu emang sialan
banget itu anak. Tau nggak waktu SMP semua guru ia deketin, tak terkecuali
tukang kebunnya.
Karin dan
Rere: Ha?
Pain : Nggak
tau juga deh apa maksutnya. Dan dari
kedekatannya dengan guru- guru itu, dia
bisa mendapatkan juara pertama lo di
kelas. Padahal yang harusnya rangking 1 itu
temen aku yang namanya Sisi. Tapi nggak tau deh. Trus kalau olahraga, dia
tuh sama sekali gak mau gerak tau gak! Udah gitu, lihat aja tuh penampilannya. Not strong.
Not strong... Auww... Nggak kuat. (
menari ala 7 icons)
Rere dan
Krin : (tertawa) trus trus?
Pain : Trus... Dia tu juga suka ngadu. Parah
banget nggak sih? Udah aneh gitu, suka ngadu lagi. Kalau di kelas, dia tu suka ngelamun trus
senyum-senyum nggak jelas gitu.
Rere : Autis kali tu anak! ( mengangguk- anggukan
kepala)
Pain : Terus ya....
Rere : (memotong kata-kata Pain) eh,eh,eh, tututu liat...(melirik
ke arah Septi
dan Bu Lulu yang sedang berjalan
bersama)
Pain dan Karin: ( menoleh ke arah Bu Lulu dan Septi)
Pain : Tu kan, baru juga diomongin. Udah mulai tebar pesona aja
tu anak sama guru- guru. Kalau kayak gitu, lama-lama
bisa ngambil
hatinya guru killer itu.
Apa Bu Lulunya yang oneng, gampang kemakan
omongannya septi?
Karin : Kayaknya
karena Septinya
yang emang udah berbakat deh. Kan pesonanya Septi kayak Dewi, tapi dewi
titisan dari got! (sisnis)
Pain dan Rere : (tertawa)
Rere : Eh… Eh… Udah gitu,
Dewinya penjilat! (menirukan Venny Rose pada acara Silet)
Karin : (membuka buku diary kesayangannya)
Pain : Kamu nulis apaan sih Rin? (mendekat, ingin tau)
Karin : Heee (tersenyum) Bukan
apa-apa kok.
Hari
pertama masuk SMA itu telah berakhir. Hari yang berkesan dan mungkin akan
dikenang oleh Pain,
Rere
dan Karin.
***
Esok
harinya, suasana sekolah seperti biasanya.
Karin, Rere, dan Pain memasuki kelas dengan penuh semangat.. Tidak dengan Septi.
Dia duduk termenung di pojokan kelas, dan menyibukkan diri dengan membaca buku. Selang beberapa menit,
bel masuk pun berbunyi. Semua
siswa termasuk guru mata pelajaran, masuk ke dalam kelas, termasuk Bu Lulu.
Bu Lulu : Selamat pagi anak-anak. ( berdiri di tengah
kelas)
Siswa : Selamat Pagi buu.
Bu
Lulu : Anak – anak, sebelum
pelajaran dimulai mari kita berdoa
menurut kepercayaan dan keyakinan kita masing- masing. Berdoa, mulai… Cukup. Sebelum pelajaran
di mulai, saya mau membicarakan sesuatu dulu. Emm, sebelumnya, apa ada yang merasa bersalah? (melihat ke arah
gerombolan Pain)
Pain,
Karin, Rere : (saling menatap dan
menaikkan kedua pundak)
Bu
Lulu : Oke kalau gak ada yang merasa.. Saya mau membacakan sesuatu. Kemarin pukul 19.00 WIB.
Sialan banget hari pertama masuk sekolah!
Pantun
hari ini…
Suatu hari ketemu Cepot
Sambil nyengir karena
terharu
Pagi hari kena semprot
Nenek sihir ya si L**U
Rere : (kaget lalu menundukan
kepala)
Bu lulu : Masih gak mau ngaku? ( melihat ke arah Rere)
Karin : Jangan bilang kalo kamu yang… ( melihat ke arah Rere)
Rere : Maaf bu. ( berdiri tetapi masih
menundukan kepala)
Karin dan
Pain : (saling menatap seakan tidak
percaya)
Bu
Lulu : Bagus.
Kamu sudah mengakui sendiri
(melihat ke arah Rere). Untuk
semua saja, jangan kalian pikir, guru disini gaptek, gak gaul. Guru- guru disini juga
punya fb, twitter, kami juga memantau apa
yang kalian tulis disana. Kalian pasti berpikir ini agak aneh, kalian masuk ke
sekolah ini baru kemarin, tapi guru sudah tau fb kalian. Sebenarnya saya tau tidak secara
langsung, tetapi ada seseorang yang berbaik hati memberi tau saya.
Karin,
Rere dan Pain: (Pain
langsung menatap ke arah Septi, disusul Rere dan Karin)
Bu
Lulu : Untuk kali ini saya hanya
memberi peringatan. Saya
berharap semoga kejadian ini tidak akan terulang lagi! Ya sudah, ayo kita
lanjutkan pelajaran..
Pelajaran
pun terus berlangsung, sampai bel istirahat berbunyi,,, Tidak seperti biasanya,
Karin, Rere dan Pain memilih untuk tetap di kelas. Bu Lulu dan semua siswa telah keluar, kecuali Pain, Rere, Karin
dan Septi.
Pain, Karin dan Rere : (berjalan mendekati Septi)
Pain : Bilang
apa lu
ke Bu Lulu? Ngrasa bangga bisa jadi pahlawan kesiangan? (duduk disebelah Septi)
Rere : Apa maksudmu? Kamu Dendam? Emang
aku punya masalah sama kamu?
Septi : (menggelengkan kepala)
Karin : Kalau emang kamu yang udah ngomong
ke Bu Lulu, ngaku aja.
Kami
gak akan membunuh kamu kok.
Rere : Tapi mungkin memutilasi! (memasang muka marah)
Karin : Husss… Jangan segitunya juga kali
Re. (
melihat Rere)
Rere : Sekarang gini, aku bakalan
nanya 1 kali lagi kalau emang kamu yang ngaduin, kamu tinggal nganggukin
kepala, kalau bukan, tinggal gelengin kepala! Kamu yang ngaduin? (menatap Septi
dengan tajam)
Pain : Kayak nembak cowok aja. (nyengir)
Rere : Diam dulu! (membentak Pain)
Pain : ( nyengir sambil mengangkat
kedua tangan tanda menyerah)
Septi : (diam saja)
Karin : Kalau kamu diam, brarti emang kamu lho yang ngaduin.
Septi : (menganggukan kepala)
Rere : Tu kan!!! (bersiap memukul Septi)
Bu
Lulu : (masuk kelas) Rere! Belum
kapok juga kamu! Kamu mau terima skors di awal semester? Hah? Apa salah Septi? Harusnya kamu
berterima kasih sama dia, dia perhatian sama kamu. Dia mau ngingetin kamu
kalau perbuatan yang gak bener!
Pain : Perhatian apa minta
perhatian??? (berkata
lirih sambil melirik
ke arah Septi)
Bu
Lulu : Sekarang gini, kalau
kalian tidak mau masalah ini sampai ke BK, kalian harus minta maaf sama Septi! (menatap Pain, Rere dan
Karin)
Pain,
Karin, Rere: (saling menatap)
Karin : ( menundukan kepala)
Pain,
Karin, Rere: (meminta maaf pada Septi dengan muka tidak ikhlas)
Bu
Lulu : Nah…
Begitu kan enak. O ya, tadi saya baru diberitahu kalau saya ditunjuk menjadi
wali kelas kalian. Jadi, saya mau kelas kita rukun. Ngerti?
Pain, Karin dan Rere : (kaget,
saling menatap)
Bu Lulu :
Baik kalau sudah mengerti. Sampai ketemu minggu depan. (mengambil tempat pensinya
yang tertinggal di meja guru, keluar dari kelas)
Karin : OMG! (melihat
ke arah Pain dan Rere)
Rere :
Urusan kita belum selesai! (menatap dengan muka sengit, kemudian meninggalkan
kelas)
Karin : (cepat-cepat
menyusul Rere)
Pain : Sekali lagi
buat masalah. Awas! (meninggalkan kelas)
Semua keluar dari kelas
kecuali Septi. Ia tampaknya juga menyimpan dendam dengan 3 orang yang baru saja
mengancamnya.
Septi :
Kenapa ya aku selalu diperlakukan beda dengan yang lain. Kemarin waktu hari
pertama sekolah, Rere sudah hampir jadi
temanku. Tapi tiba-tiba Pain merebutnya. Entah hal buruk apa yang dia katakana
tentang aku. Yahh… Sekarang impas kan? Aku cuma membalas apa yang kalian
lakukan sama aku! Dan karena kalian udah mengancamku, aku akan buat para guru
juga mengancam kalian!
Suatu pagi, Karin berlari menuju
taman sekolah, tempat dimana Ia dan teman-temannya biasa nongkrong. Ia
cepat-cepat mendekati kedua temannya, Pain dan Rere.
Karin :
Pain, Re... Aku punya ide bagus! (berkata sambil nyengir)
Pain dan Rere :
Apa apa apa? (bersahut-sahutan)
Karin :
Gimana kalo kita cari tahu tentang Septi? Kayaknya menarik deh. Ya nggak?
Pain :
Setuju, setuju!! Aku juga penasaran banget sama tu anak. Emm.. Tunggu dulu, tapi
gimana caranya??
Karin :Emmm…(
sambil memainkan rambut)
Rere :
( Melihat Karin) Jangan bilang kalo kamu gak tau caranya? Kan kamu yang usul.
Gimana sih Rin?!
Karin :
Gimana kalau langsung ke rumahnya aja? (tersenyum lebar)
Rere :
Trus kalo udah sampai rumahnya, kita ngapain?
Pain :
Jualan jamu!
Rere :
Oh. Kita pura- pura jadi mbok- mbok jamu gitu?
Pain :
Ya nggak lah! Jadi, kita kerumahnya itu langsung nyelidikin gimana orang tuanya,
gimana dia kalau dirumah, gimana dia…
Rere :
( menyela pembicaraan Pain) Ooo gitu. Jadi kita bisa tau kenapa dia bisa jadi
kayak gitu,, Iya kan??
Karin :
Tumben pinter! (menepuk pundak Rere)
Rere :
Iya dong! Gue gitu!! (menjulurkan lidah)
Karin dan Pain :
Iyuh…
Pain :
Oke! Pulang sekolah langsung capcus!
Rere :
Kemana?
Pain :
Paaakk! (menampar Rere dengan pelan) Dasar bego!
Karin :
Kamu tau rumah? Rumah, rumah… (sambil memperagakan)
Pain :
Oooh yaya (manggut-manggut)
Setelah
bel pulang sekolah berbunyi, mereka bergegas membereskan barang barang mereka
dan mengamati gerak gerik Septi. Mereka bersiap mengikuti Septi. Dengan
mengendap-endap mereka mengikuti Septi melewati gang-gang sepi, dan akhirnya mereka sampai di sebuah rumah yang
tidak terlalu besar dan terlihat tidak terawat. Septi memasuki rumah itu.
Pain, Rere dan Karin :
(bersembunyi)
Rere :
Hah? Ini rumahnya Septi? Kok rumahnya kayak kandang ayam sih?
Karin :
Hus!! Gak boleh gitu tau! Tapi ada benernya juga sih. (tersenyum)
Pain :
Eh… eh… (menepuk Rere dan Karin) Liat
deh.. Liat deh… si.. siapa tu? Kaya orang gila gitu.. (dengan ekspresi shock)
Rere :
(melongo)
Karin :
(menutup mulut Rere) Itu… Apa mungkin ibunya Septi?
Rere :
Masa sih? Tapi emang mirip…
Bu Lulu :
(berjalan pelan mendekati Rere, Karin dan Pain. Menyentuh bahu Pain) Kalian
ngapain?
Rere, Pain dan Karin : (kaget, langsung menoleh)
Karin
: Bu… Bu Lulu??
Bu Lulu :
Kalian ngapain ngintipin rumah orang?
Pain :
E… Kami… Olahraga Bu..
Karin : Iya… iya… Kami olahraga…
(memperagakan) Emm.. Trus Bu Lulu sendiri ngapain di sini?
Bu Lulu :
Eee.. saya lagi cari bahan buat pelajaran besok.
Pain :
O ya ya.. ee.. Yuk temen-temen kita lanjutin olahraga kesana?
Rere :
Lhoh… Kita nggak jadi nyelidikin Septi?
Karin :
(mencubit Rere)
Pain :
(melotot kearah Rere)
Rere :
Aduhh… Oops! (menutup mulutnya sendiri)
Bu Lulu : Jadi kalian nyelidikin Septi juga?
Pain, Rere dan Karin: Hah ???? Jadi ibu…
Bu Lulu :
Iya, soalnya saya rasa ada something wrong di Septinya.
Pain :
Bener tuh Bu. Gimana kalau kita sama-sama nyelidikinnya? Biar lebih gampang
juga kan?
Bu lulu :
Emmm pinter juga kamu, dapat nilai afektif A+ deeh. Ya udah, ayo cepetan kita
ke datengi langsung aja rumahnya.
Karin :Iya
Bu bener! Takutnya kalau di sini terus, kita dikira ngapa-ngapain lagi. Yuk
mari kita jadi detektif conan. (tertawa bersama Bu Lulu dan kedua temannya)
Rere :
(mendekat ke arah pintu rumah Septi yang terbuka) Eeh eh liat deh, ini ada
kertas berantakan disana-sini.
Pain :
(memungut salah satu kertas) Apaan ni? Kok ada akta kelahiran di sini? Loh ini
malah surat nikah juga?
Bu lulu :
Iya ini dokumen-dokumen penting semua, tapi kok di biarin berantakan gini sihh?
Karin :
Emang nggak beres deh ni keluarga.
Pain :
What? Ini ada surat tahanan. Ditujukan kepada saudara Herri Putra.
Bu lulu :
Loh itu kan orang tua septi? Jadi ayahnya itu dipenjara? Yaa ampun kasian
sekali dia.
Pain :
Jadi, dia jadi begitu karena keluarganya berantakan? (lesu)
Rere :
Aku nggak nyangka dia punya masalah seberat itu (sedih)
Bu Lulu :
Na, yaudah pokoknya mulai dari sekarang kalian nggak boleh lagi ngucilin dan
ngejekin Septi lagi.
Karin : Iya bu, kami juga ngrasa bersalah
banget.
Dengan
perasaan yang sangat bersalah mereka bertiga kembali ke rumah. Keesoakan
harinya di sekolah terdapat suasana baru yang lebih baik, kini Septi sudah
tidak kesepian lagi. Begitu seterusnya, hingga suatu ketika waktu istirahat
Pain dan Rere sedang ngobrol di dalam kelas, Karin dan Septi sedang bercanda
bersama di taman, tapi tiba-tiba ada salah satu teman mereka yang sering
dijuluki “bigoss” alias biang gossip bernama Nina
Karin :
Septi, ayoo ke kantin.(menggandeng tagan Septi tanpa menyadari buku diarynya
tertinggal)
Septi :
Iya yuuk,aku laper ini.
Nina :
Wuuueee… buku apaan nih. (membuka buku diary Karin dan membacanya). Dear Diary…
(tertawa)heh temen-temen…luu pada tau nggak sih, yag namanya si Septi itu
ternyata…(memperkeras suaranya biar didengar semua teman-temannya)
Karin : (menoleh) Buku diaryku?? Nina jangaaaaan! (berusaha mengambil bukunya)
Nina :
Septi itu anaknya orang ibunya gila, sinting dan bapaknya tuh seorang
narapidana (tertawa terbahak-bahak)
Septi :
(menunduk malu) Karin kamu jahat banget sih. Kenapa kamu nulis tentang buruknya
keluargaku di situ? Kenapa?
Karin :
Bukannya gitu. Tapi…
Pain : Iya Sepp. Enggak kayak yang kamu liat
(terengah-engah)
Rere :
Iya Sep, emmm.. dengerin penjelasan…(berpikir) Karin dulu! Hee.
Septi :
Kalian semua keterlaluan! (lari meninggalkan sekolah)
Pain :
Kamu itu gimana sih Rin? Jelas-jelas itu buku penting banget!
Rere :
Pake acara ketinggal segala lagi!
Karin :
Maaf, aku beneran nggak sengaja. Tadi tiba-tiba aja Nina membacanya kenceng
banget.
Bu Lulu :
Pain, Rere, Karin..(tergesa-gesa). Ibu udah tau semuanya. Kalian itu gimana
sih? Satu sekolah jadi tau Septi itu gimana!
Pain :
Nggak sengaja Bu Lulu.
Rere :
Terus gimana dong ini? Septi dimana? Ngapain yaa? (tampang polos)
Bu Lulu :
Astagaaaa.. iya Septi! Ayo cepetan kita cari Septi ajaa. Cepetan! (menarik
tangan Rere)
Mereka
berempat mencari kesana-kemari dari ujung kelas satu ke ujung kelas lainnya,
namun belum juga tertemukan. Kemudian mereka mencoba untuk mencari di rumah
Septi dan ternyata memang benar.
Septi :
Kenapa dalam hidupku hanyalah ada kesedihan dan kesengsaraan seperti ini. Bagi
mereka aku ini Cuma sampah yang bisa dijadikan bahan penghinaan. Kenapa aku
harus lahir di dunia ini kalau hanya untuk ditertawakan dan disakiti seperti
ini. Kurasa hidupku sudah tak ada artinya lagi. Mungkin lebih baik aku mati
aja… (menggoreskan pisau di pergelangan tangan)
Pain :
hah…. !! (kaget)
Bu Lulu :
yaa Tuhan…
Rere :
(kaget)
Karin :
(lemas, dipegangi oleh Bu Lulu)
Septi
akhirnya menghembuskan nafas terakhir disertai dengan penyesalan yang amat
dalam di hati Rere, Karin dan Pain. Mereka sangat menyesal. Satu persatu
bayangan masa lalu ketika mereka menghina Septi kembali menghantui batin
mereka. Perasaan sesal, sedih dan haru menyelimuti suasana ruangan itu. Air
mata pun tidak dapat mengembalikan nyawa Septi lagi…
TAMAT
Oleh : Vizensia Nungki Arsanti, Endah Kusumaningrum, Danik Setyaningrum, Ika Septi Prasetyaningsih, dan Kinanthi Widya Astari
Editor : Vizensia Nungki Arsanti
Komentar
Posting Komentar