Adinda dan Renata


Adinda dan Renata adalah kakak beradik. Adinda kelas 6 SD, dan Renata kelas 3 SD. Pada waktu istirahat Renata mendatangi Adinda di kelasnya.
            “Hai, kak…!’
            “Oh, hai Ren! Ada apa?
            “O… nggak. Emmm… kakak kok nggak ke kantin?”
            “Iya nih…! Aku lagimau ngirit. Emang kamu yang kerjaannya jajan terus!”
            “He… he… Aku juga pengen sih, ngirit, trus ditabung uangnya. Tapi nggak nahan godaan…!”
            “Ah, kamu… O ya, sebenernya kamu mau ngomong apa?”
            “Eh… Emmm… Nggak terlalu penting sih. Kakak tau nggak?”
            “Ya nggak lah… Kamu kan bulum ngomong!”
            “He…he… Iya ya!”
            “Kamu gila ya? Hi… hi… hi…”
            “Enak aja! Nggak lah!”
            “He… he… he… Mau ngomong apa Ren?”
            “Eh, Kak! Besok Minggu kan ada lomba Agustus-an, kakak ikut lomba apa aja?
            “Emmm… Kayaknya ikut semua. Soalnya semua kan lomba olah raga, jadi kakak ikut,”
            “Yah… Kakak. Jadi nggakadakesempatan deh buat aku menang!”
            “Lho…? Kamu mau ikut? Tumben,”
            “Iya… Habis temen-temen aku pada ngledekin aku, Kak! Katanya aku payah lah, meles, gendut lah,manjalah! Pokoknya gitu deh kak!”
            “Emangbener kan? Hahahaha... Lagian Cuma omongan kayak gituan aja didengerin. Biasanya juga cuek aja! Hahaha,”
            Sementara Adinda tertawa, Renata pergi dengan marah. Kali ini Renata benar-benar nenikirkan ejekan teman-temannya. Ia ingin kakaknya melatih olah raga, tapi ia sudah telanjur marah. Semenjak ibunya meninggal, Renata memang terbiasadimanjakan oleh keluarganya kecuali Adinda. Kakak  Renata itu bahkan cuek dengan adiknya. Sekarang Renata hanya tinggal berdua dengankakaknya karena ayah mereka sedang ke luar kota.
            2 hari kemudian, Adinda akan belanja ke pasar. Renata pun pergi bermain karena todak mau sendiri di rumah. Pulang dari pasar,Adinda bermaksud memanggil Renata untuk membantunya. Tetapi dilihatnya Renata sedang duduk menonton.
            “Hei, Vin. Kenapa Renata Cuma nonton? Dia nggak ikut main?” tanya Dinda pada salah seorang temanRena yang maukembali bermain.
            “Maaf Kak Dinda. tapiRena itu payah. Dia Cuma bikin repot tim aja. Dia bikin kalah. Beda sama kak Dinda yang…”
            “Heh…! Kamu denger ya, nggak ada yang boleh menghina adikku kecuali aku!! Ngerti?!” tanpa diduga Dinda membentak anak bernama Vinoitu.
            Karen adimarahi orang yang lebih tua, Vino berlari pulang dan tampak hampir menangis. Adinda membiarkan rena di sana, dan ia melangkah pulang dengan muka jengkel.
            Renata pulang sekitar jam 4 sore. Saat itu ia menangis . Dina menghampirinya dan…
            “Dari mana kamu ?”
            “Hiks… Hiks… Kakak aku tadi…”
            “Kakak tanya dari mana kamu!” Dinda membentak Rena.
            Rena berlari ke kamarnya dengan tangis yang l4ebih hebat. Ia tidak mengerti apa yang terjadi dengan kakaknya.
            Sejak hari itu,Dida terus menyiksa Rena. Rena disuruhnya berjalan kaki saat pergi ke sekolah dan juga disuruhnya mengerjakan pekerjaan rumah. Rena pun sempat berfikir, ”Apa kakak melakukan ini sama aku supaya aku bisa olah raga? Ah, iya! Pasti begitu! Mungkin kakak tidak akan ikut lomba, atau kakak akan mengalah kepadaku? Hehehe,”
            Akhirnya, tibalah waktu lomba Agustus-an. Hari ini hari yang ditunggu-tunggu renata. Tapi kakaknya tetap ikut.
            “Mungkin, Kakak nanti akan mengalahkan musuh-musuhku, kemudian dia akan mengalah padaku. Hi… hi… hi…” gumam Renata.
            Saat lomba sudah berlangsung kira-kira 40 menit, semua terbukti. Terbukti bahwa dugaannya selama ini salah. Dinda memang mrngalahkan musuh-musuh Rena. Tidak hanya itu, dinda juga kasar dengan Rena.
            Mulai hari itu, Rena benar-benar benci dengan Dinda. Saat ayah mereka pulang pun, Renata mengadukan perbuatan Dinda kepadanya. Tetapi ayahnya seakan tidak berani menasehati Dinda. Rena semakin merasa benci dengan kakaknya.
            “Semua jahat sama aku! Kenapa sih, selalu aja kakak yang nomor 1! Mulai saat ini akunggak mau kalah dari kakak!” pikir Rena.
            Renatapun belajar, belajar dan belajar. Tidak hanya pada mapel harian, tetapi dalam semua hal ia berusaha mengalahkan kakaknya.Saat ujian kenaikan kelas akhirnya Renata mendapat nilai yang meningkat drastis. Rena menunggu ayahnya pulang dari sekolah mengambil hasil ujian kakaknya. Saat ayahnya pulang…
            “Dinda…! Dinda…!” ayah mereka memanggil Dinda.
            “Ada apa, Yah? Gimana hasilnya?”
            “Selamat ya sayang. Kamu ranking 1, dapat nilai bagus! Hebat…!”
            “Terima kasih, Yah! O ya, coba liat nilai Rena, pasti jelek tuh!”
            “Enak aja! Nilaiku bags!”
            Walaupun memang meningkat, ayah  mereka seperti membanggakan Dinda saja. Rena merasa iri dan belajar lebih keras.
            3 tahun kemudian, Ujian Nasional SD dan SMP dilaksanakan pada waktu yang sama. Kali ini Rena berusaha mengalahkan nilai Dinda.
            Ayah mereka berusaha menyempatkan untuk mengambil hasil ujian mereka. Yang pertama ia mengambil hasil ujian Rena. Ternyata Rena berhasil mendapat ranking 1. Tetapi tampak Dinda pulang membawa hasil ujian dan satu medali emas.
            “wah, apa kamu memenangkan medali emas, Din? Maaf, ternyata ayahtidak sempat mengambil hasil ujianmu,”
            “Tidak, aku…” Dinda belum menyelesaikan kalimatnya Rena malah berlari ke luar rumah.
            Dina berusaha mengejar adiknya. Tetapi saat melewati jalan raya Rena tidak melihat kanan dan kiri. Ia langsung menyeberang. Dan akhirnya…”Duakkk…”
            Tiba-tiba Rena sudah berada di rumah sakit. Saat ia membuka mata ia sangat kecewa karena tidak ada Dinda di sampingnya. “Bahkan di saat seperti ini, dia tidak peduli padaku?” pikir Rena. Rena terlluka pada tangannya.
            “Bukankah aku tadi tertabrak truk/Kenapa tanganku yang terluka?’ rena berkata pelan sambil memanddangi Ayahnya yang menangis.
            “Ayah…? Kenapa ayah menangis? Rena nggak pa pa kok,”
            Ayah Rena masih menangis.
            “Kak Dinda jahat! Aku sakit pun ia tak menungguiku!”
            “Ayah Rena berhenti menangis dan memasang wajah yang penuh amarah.
            “Dasar anak pungut  nggak  tau diri! Dinda anakku, telah menyelamatkan nyawamu dan menukar dengan nywanya! Kamu ngerti nggak!!”
            Ayah Rena sangat marah, Bibi Cici, kakak ayahberusaha menenangkannya. Sementara itu rena mulai menangis.
            “Asal kamu tau, medali emas itu akan diberikannya kepadamu, ka…karena itu medalimu!”
            “Ti… Tidak mungkin!!!”
            Rena menutup telinganya, tak percaya apa yang baru saja didengarnya. Ia menyesal. Ia menyesal.


@@@

By : Vizensia Nungki Arsanti

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Drama

Cerita Hari Ini, 21 April 2012